Minggu, 01 Mei 2016

OTONOMI DAERAH

A.    Undang – Undang Otonomi Daerah
Otonomi daerah di Indonesia adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”
Terdapat dua nilai dasar yang dikembangkan dalam UUD 1945 berkenaan dengan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia, yaitu:
1.   Nilai Unitaris, yang diwujudkan dalam pandangan bahwa Indonesia tidak mempunyai kesatuan pemerintahan lain di dalamnya yang bersifat negara ("Eenheidstaat"), yang berarti kedaulatan yang melekat pada rakyat, bangsa dan negara Republik Indonesia tidak akan terbagi di antara kesatuan-kesatuan pemerintahan; dan
2.   Nilai dasar Desentralisasi Teritorial, dari isi dan jiwa pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 beserta penjelasannya sebagaimana tersebut di atas maka jelaslah bahwa Pemerintah diwajibkan untuk melaksanakan politik desentralisasi dan dekonsentrasi di bidang ketatanegaraan.
Dikaitkan dengan dua nilai dasar tersebut di atas, penyelenggaraan desentralisasi di Indonesia berpusat pada pembentukan daerah-daerah otonom dan penyerahan/pelimpahan sebagian kekuasaan dan kewenangan pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sebagian sebagian kekuasaan dan kewenangan tersebut. Adapun titik berat pelaksanaan otonomi daerah adalah pada Daerah Tingkat II (Dati II)[2]dengan beberapa dasar pertimbangan[3]:
1.   Dimensi Politik, Dati II dipandang kurang mempunyai fanatisme kedaerahan sehingga risiko gerakan separatisme dan peluang berkembangnya aspirasi federalis relatif minim;
2.   Dimensi Administratif, penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat relatif dapat lebih efektif;
3.   Dati II adalah daerah "ujung tombak" pelaksanaan pembangunan sehingga Dati II-lah yang lebih tahu kebutuhan dan potensi rakyat di daerahnya.
Atas dasar itulah, prinsip otonomi yang dianut adalah:
1.   Nyata, otonomi secara nyata diperlukan sesuai dengan situasi dan kondisi obyektif di daerah;
2.   Bertanggung jawab, pemberian otonomi diselaraskan/diupayakan untuk memperlancar pembangunan di seluruh pelosok tanah air; dan
3.   Dinamis, pelaksanaan otonomi selalu menjadi sarana dan dorongan untuk lebih baik dan maju


B.     Perubahan Penerimaan Daerah dan Peranan Pendapatan Asli Daerah
Dampak Perubahan Penerimaan Daerah
            Dalam UU No. 25 ada tambahan pos penerimaan daerah yaitu dana perimbangan dari pemerintah pusat.
Beberapa dampak dari diberlakukannya UU No. 25 terhadap keuangan daerah adalah :
Peranan PAD (Pendapatan Asli Daerah) dalam pembiayaan pembangunan ekonomi (APBD) tidak terlalu besar. Hal ini mencerminkan tingginya tingkat ketergantungan finansial daerah terhadap pemerintah pusat.
Ada Korelasi positif antara daerah yang kaya SDA dan SDM dengan peranan PAD (Pendapatan Asli Daerah) dalam APBD
Pada tahun 1998/1999 terjadi penurunan PAD (Pendapatan Asli Daerah) dalam pembentukan APBD-nya, salah satu penyebabnya adalah krisis ekonomi yang melanda tanah air.

Secara sederhana, perubahan APBD dapat diartikan sebagai upaya pemerintah daerah untuk menyesuaikan rencana keuangannya dengan perkembangan yang terjadi. Perkembangan dimaksud bisa berimplikasi pada meningkatnya anggaran penerimaan maupun pengeluaran, atau sebaliknya. Namun, bisa juga untuk mengakomodasi pergeseran-pergeseran dalam satu SKPD.

Perubahan atas setiap komponen APBD memiliki latar belakang dan alasan berbeda. Ada perbedaan alasan untuk perubahan anggaran pendapatan dan perubahan anggaran belanja. Begitu juga untuk alasan perubahan atas anggaran pembiayaan, kecuali untuk penerimaan pembiayaan berupa SiLPA (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Lalu), yang memang menjadi salah satu alasan utama merngapa perubahan APBD dilakukan.

Perubahan atas pendapatan, terutama PAD bisa saja berlatarbelakang perilaku oportunisme para pembuat keputusan, khususnya birokrasai di SKPD dan SKPKD. Namun, tak jarang perubahan APBD juga memuat preferensi politik para politisi di parlemen daerah (DPRD). Anggaran pendapatan akan direvisi dalam tahun anggaran yang sedang berjalan karena beberapa sebab, diantaranya karena (a) tidak terprediksinya sumber penerimaan baru pada saat penyusunan anggaran, (b) perubahan kebijakan tentang pajak dan retribusi daerah, dan (c) penyesuaian target berdasarkan perkembangan terkini.

Ada beberapa kondisi yang menyebabkan mengapa perubahan atas anggaran pendapatan terjadi, di antaranya:

Target pendapatan dalam APBD underestimated (dianggarkan terlalu rendah). Jika sebuah angkat untuk target pendapatan sudah ditetapkan dalam APBD, maka angka itu menjadi target minimal yang harus dicapai oleh eksekutif. Target dimaksud merupakan jumlah terendah yang “diperintahkan” oleh DPRD kepada eksekutif untuk dicari dan menambah penerimaan dalam kas daerah.
Alasan penentuan target PAD oleh SKPD dapat dipahami sebagai praktik moral hazard yang dilakukan agency yang dalam konteks pendapatan adalah sebagai budget minimizer. Dalam penyusunan rancangan anggaran yang menganut konsep partisipatif, SKPD mempunyai ruang untuk membuat budget slack karena memiliki keunggulan informasi tentang potensi pendapatan yang sesungguhnya dibanding DPRD.
Jika dalam APBD “murni” target PAD underestimated, maka dapat “dinaikkan” dalam APBD Perubahan untuk kemudian digunakan sebagai dasar mengalokasikan pengeluaran yang baru untuk belanja kegiatan dalam APBD-P. Penambahan target PAD ini dapat diartikan sebagai hasil evaluasi atas “keberhasilan” belanja modal dalam mengungkit (leveraging) PAD, khususnya yang terealiasai dan tercapai outcome-nya pada tahun anggaran sebelumnya.
Dalam rangka mendukung pelaksanaan otonomi daerah, PAD seharusnya merupakan sumber utama keuangan daerah dalam membiayai kegiatan pemerintahan dan pembangunan, sedangkan kekurangan pendanaan ditunjang dari dana perimbangan. Namun dalam kenyataannya, dana perimbangan merupakan sumber dana utama pemerintah daerah.

Untuk mengetahui tujuan dari peranan pendapatan ini adalah :

Untuk mengetahui peranan PAD sebagai sumber penerimaan dalam pembiayaan APBD .
Untuk mengetahui peranan DAU sebagai sumber penerimaan dalam pembiayaan APBD.
Untuk mengetahui apa saja usaha pemerintah  untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Untuk mengetahui apa saja kendala yang dihadapi pemerintah  untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Untuk mengetahui apa saja usaha pemerintah dalam hal mengatasi kendala dalam peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa :

Peranan PAD dalam APBD memberikan kontribusi rata-rata pertahunya 7,49 persen dengan adanya peningkatan kontribusi di tiap tahunya yaitu tertinggi pada tahun 2011 dengan kontribusi sebesar 9,37 persen.
Peranan DAU dalam APBD memberikan kontribusi rata-rata pertahunya 66,38 persen.
Hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah  lebih banyak menggunakan DAU daripada PAD untuk belanja daerah. Secara umum kebijakan peningkatan Pendapatan Asli Daerah dari sektor pajak yang dilakukan oleh pemerintah  merupakan kebijakan dalam bentuk intensifikasi.

Sedangkan kendala yang dihadapi pemerintah  untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah antara lain masih rendahnya tingkat kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak daerah maupun retribusi daerah. Usaha pemerintah dalam hal mengatasi kendala dalam peningkatan Pendapatan Asli Daerah dilakukan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi.

Saran dalam penelitian ini adalah hendaknya pemerintah  perlu melakukan penyempurnaan pengelolaan pajak dan retribusi daerah yang berkaitan dengan perencanaan, sistem dan prosedur pelaksanaan pemungutan pelaporan dan pengawasan serta koordinasi antar instansi pengelola PAD.

C.    PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL
            Pembangunan regional adalah usaha meningkatkan kualitas kehidupan maupun kualitas lingkungan, sektor dan jangkauannya sangat luas. (Sumaatmaja, 1989: 49) Menurut sumber lain, pembangunan regional ialah strategi pemerintah nasional dalam menjalankan campur tangan pemerintah untuk mempengaruhi jalannnya proses pembangunan di daerah-daerah sebagai bagian dari daerah nasional supaya terjadi perkembangan kearah yang dikehendaki.

Wilayah didefinisikan sebagai suatu unit geografi yang dibatasi oleh krieria tertentu yang bagian-bagiannya tergantung secara internal. Wilayah dapat dibagi menjadi 4 jenis yaitu:
Wilayah Homogen, adalah wilayah yang dipandang dari satu aspek/criteria yang mempunyai sifat-sifat atau ciri-ciri yang relatif sama. Sifat-sifat yang homogen itu misalnya dalam hal ekonomi, contohnya: daerah dengan struktur produksi dan konsumsi yang homogen. Dalam hal geografi contohnya daerah yang memilki topografi dan iklim yang sama.
Wilayah Nodal, adalah wilayah yang secara fungsional mempunyai ketergantungan antara pusat dan daerah belakangnya. Tingkat ketergantungan ini dapat dilihat dari arus penduduk, faktor produksi, barang dan jasa, komunikasi dan transportasinya juga.
Wilayah Administrasi, adalah wilayah yang batas-batasnya ditentukan berdasarkan kepentingan administrasi pemerintah atau politik, seperti: propinsi, kabupaten, kecamatan, desa/kelurahan, dan RT/RW.
Wilayah Perencanaan,  adalah wilayah yang memperlihatkan koherensi atau kesatuan keputusan-keputusan ekonomi. Wilayah perencanaan dapat dilihat sebagai wilayah yang cukup besar untuk memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan penting dalam penyebaran penduduk dan kesempatan kerja. Wilayah perencanaan harus memiliki cirri sebagai berikut: (a) cukup besar untuk mengambil keputusan-keputusan investasi berskala ekonomi, (b) mampu mengubah industri sendiri dengan tenaga kerja yang ada, (c) mempunyai struktur ekonomi yang homogen, (d) mempunyai sekurang-kurangnya satu titik pertumbuhan, (e) menggunakan suatu cara pendekatan perencanaan pembangunan (f) masyarakat dalam wilayah itu mempunyai kesadaran bersama terhadap persoalan-persoalannya. (Budiharsono, 2001:14-16)

Masalah Pembangunan Region
            Tiap region di wilayah Indonesia yang luas ini selain memiliki sumber daya dan kondisi geografi yang berbeda- beda, juga menghadapi masalah yang berbeda dalam pengembangan dan pembangunan regional masing- masing. Oleh karena itu bagi kepentingan pengembangan dan pembangunan regional yang mendukung pembangunan nasional yang meyakinkan, wajib melakukan studi, penelitian dan analisis geografi secara mendalam terlebih dahulu. Studi ini memberikan jaminan terhadap pemanfaatan ruang secara tepat guna yang berdaya guna dalam menciptakan hasil guna yang setinggi-tingginya.
Jumlah dan penyebaran penduduk yang berbeda-beda di tiap region, bukan hanya menjadi masalah bagi region masing-masing, juga menjadi masalah bangsa dan Negara Indonesia. Masalah ini sudah menjadi dasar perencanaan pengembangan dan pembangunan kependudukan di Indonesia. Pembangunan kependudukan yang terungkap dalam kebijakan kependudukan, bukan hanya berkenaan dengan keluarga berencana melainkan juga terkait dengan peningkatan kualitas pendidikan, ketenaga kerjaan, keahlian dan kepemimpinan.( Tap. MPR RI No. II/MPR/1983. Bab IV)

Kebijaksanaan pembangunan regional
            Kebijaksanaan pembangunan regional adalah segala usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuan pembangunan meningkatkan kualitas kehidupan dan kualitas lingkungan dalam region tersebut.
Dalam menerapkan kebijakan regional juga harus menerapkan pendekatan yang berbeda sesuai dengan kondisi geografi dan sesuai dengan masalah yang dihadapinya. Asas adil dan merata yang diterapkan dalam pembangunan nasional yang diterapkan dalam pembangunan regional, berarti setiap daerah memiliki kesempatan yang sama dalam pembangunan, tetapi pada pelaksanaannya dengan modal dasar dan factor dominan. Dengan demikian pembangunan regional harus disesuaikan dengankondisi pada daerah bersangkutan demi kesejahteraan dan peningkatan kualitas lingkungan.

Ada 3 tahapan dalam pembangunan regional, yaitu pra pembangunan, proses pembangunan, dan pasca pembangunan.
1.      Pra Pembangunan                   2. Proses Pembangunan              3. Pasca Pembangunan

Dalam melaksanakan pembangunan dan kebijakan pembangunan regional, pada tahap pra pembangunan kita wajib melakukan penelitian yang dimulai dengan identifikasi modal dasar apa yang dimiliki region yang bersangkutan, faktor dominan apa yang melandasinya dan masalah-masalah apa yang menjadi hambatan yang harus diatasi. Ketiga pokok tersebut wajib ditelaah secara mendalam demi keberhasilan pelaksanaan pembangunan. Untuk itu perlu melakukan pengumpulan data region yang akan dikembangkan dan dibangun di region yang bersangkutan. Data yang terkumpul kemudian dianalisis untuk ditarik kesimpulannya. Kesimpulan tersebut menjadi dasar perencanaan bagi pembuat keputusan untuk mengembangkan “ kebijaksanaan pembangunan regional”.


Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembangunan regional antara lain:
1.      faktor hidrografi, sebagai peninjang secara langsung dalam kehidupan, menjamin pertanian, pembangkit tenaga, dan prasarana serta sarana komunikkasi transportasi.
2.      faktor topografi, dalam hal ini tinggi rendahnya permukaan bumi setempat yang memberi landasan terhadap pembangunan yang akan dikembangkan di region yang bersangkutan.
3.      faktor klimatologi, merupakan factor domiana yang berpengaruh terhadap gerak langkah manusia termasuk perencanaan dan pelaksanaan pembangunan regional dan nasional.
4.      faktor flora dan fauna merupakan sumber daya hayati, contonya tumbuh-timbuhan, hutan, hewan di darat maupundi peraiaran yang menunjang pengembangan dan pembangunan region tersebut.
5.      faktor kemungkinan pengembangan, merupakan faktor yang wajib diperhitungkan bagi masa depan mengingatpertumbuhan dan perkembangan penduduk dengan segala kebutuhannya yang tidak kunjung akan berhenti. Factor ini menunjang stabilitas kehidupan dengan pengembangan dan pembangunannya pada masa yang akan datang.

Modal dan faktor diatas, dianalisis dan dirumuskan menjadi aspek-aspek geografi yang dapat diteliti bagi kepentingan perancangan, perencanaan dan pembangunan regional serta nasional. Selanjutnya, tiap aspek tadi diukur tingkat kualitasnya untuk menentukan kebijakasanaan regioanal dalam rangka membuat keputusan tentang model pembangunan yang akan dikembangkan. Untuk kepentingan pengukuran tadi, kita wajib menentukan parameter yang menjadi pedoman penentuan kualitas aspek yang menunjang atau menjadi masalah/penghambat pembangunan.
            Kembali kepada identifikasi, pengumpulan data dan analisis aspek-aspek geografi region yang akan dikembangkan, aspek-aspek geografi yang akan diidentifikasi dan dianalisis meliputi:

1.      Keadaan lahan dengan kondisi morfooginya
2.      Kemungkinan pengmbangan transportasi-komunikasi
3.      Kemungkinan pengembangan teknologi
4.      Kependudukan (demografi)
5.      Hidrologi
6.      Iklim dan cuaca
7.      Kemungkinan penjagaan dan pelestariaan lingkungan
8.      Lokasi relatif terhadap daerah lain.
Secara umum, aspek-aspek diatas merupakan modal dasar dan faktor dominan bagi pengembangan industri, pemukiman dan daerah perdagangan. Tetapi sektor manakah yang paling sesuai dan pada lokasi mana dari region itu yang paling serasi bagi sektor tersebut untuk dikembangkan, disini perlu pengumpulan data dan analisis lebih lanjut. (Sumaatmaja, 1988)


Pelaksanaan Pembangunan Regional
Dalam pelaksanaan pembangunan regional, diperlukan perencanaan yang tepat. agar sesuai dengan  tujuan yang dikehendaki. Proses perencanaan pembangunan harus dikaitkan dengan orientasi untuk memenuhi kepentingan dan kebutuhan masyarakat. Perencanaan pembangunan yang ideal dilaksanakan memenuhi beberapa dimensi, yaitu :
a)      Dimensi Substansi, artinya rencana pembangunan yang disusun dari sisi materinya harus sesuai dengan aspirasi dan tuntutan yang berkembang di masyarakat.
b)      Dimensi Proses, artinya proses penyusunan rencana pembangunan yang dilaksanakan memenuhi kriteria scientific (memenuhi kaidah keilmuan atau rational) dan demokrasi dalam pengambilan keputusan,
c)       Dimensi Konteks, artinya rencana pembangunan yang telah disusun benar-benar didasari oleh niat untuk mensejahterakan masyarakat dan bukan didasari oleh kepentingan-kepentingan tertentu,
http://www.cimbuak.net/content/view/85/5/
Perkembangan kehidupan manusia sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang membawa dampak terhadap pemanfaatan ilmu pengetahuan dan tekonolgi bagi kehidupan umat manusia pada umumnya. Contohnya ada komputer, handphone, dan lain-lainnya. Hal tersebut membuat kemudahan-kemudahan manusia dalam melaksanakan pekerjaan sesuai bidangnya. (Sumaatmaja, 1988)
Pelaksanaan pembangunan di Indonesia seharusnya berwawasan lingkungan. Artinya, pembangunan dalam suatu sektor kehidupan harus memperhatikan kelestarian lingkungan. Oleh karena itu ada perencanaannya, yang wajib disertai analisis dampak lingkungan (AMDAL) dan analisis manfaat dan resiko  terhadap lingkungan (AMRIL). Untuk memahami apa dampak itu dapat dilihat pada diagram alir berikut:

Kegiatan yang dilakukan manusia sangat bermacam-macam , misalnya dalam usulan dalam kegiatan pembangunan. Umpamanya usualan tersebut adalah pembuatan jalan raya yang memeotong sebuah pinggiran kota. Bila tegak lurus dengan jalan raya itu terdapat puluhan aliaran sungai-sungai (besar maupun kecil), maka suatu sitem drainase yang kurang baik yang dapat menimbulkan dampak banjir, maka dampaknya akan dirasakan oleh penduduk setempat. Hal ini berarti bahwa dalam memanfaatkan lingkungan alam dalam bentuk pembangunan, wajib memperhatikan kelestarian dan kualitas lingkungan agar manfaat serta kegunaanya tetap langgeng.(Soeriatmaja,2000:60)
Penduduk dan kebutuhannya baik secara kuantitatif maupun  kualitatif akan terus meningkat. Hal ini yang mendorong pertumbuhan produksi barang-barang konsumsi dengan perdagangannya. Sehingga volume perdagangannya juga terus meningkat.


D.    FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KETIMPANGAN
            Sudah cukup banyak studi yang menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya ketimpangan ekonomi antar provinsi atau wilayah di Indonesia. Di antaranya dari Esmara (1975), Sediono dan Igusa (1992), Azis (1989), Hill dan Wiliams (1989), Sondakh (1994), dan Safrizal (1997,2000). Namun menurut Sjafrizal(2012) Beberapa faktor utama yang menyebabkan terjadinya ketimpangan antar wilayah menurut Sjafrizal (2012) yaitu:
            1. Perbedaan kandungan sumber daya alam
Perbedaan kandungan sumber daya alam akan mempengaruhi kegiatan produksi pada daerah bersangkutan. Daerah dengan kandungan sumber daya alam cukup tinggi akan dapat memproduksi barang-barang tertentu dengan biaya relatif murah dibandingkan dengan daerah lain yang mempunyai kandungan sumber daya alam lebih rendah. Kondisi ini mendorong pertumbuhan ekonomi daerah bersangkutan menjadi lebih cepat. Sedangkan daerah lain yang mempunyai kandungan sumber daya alam lebih kecil hanya akan dapat memproduksi barang-barang dengan biaya produksi lebih tinggi sehingga daya saingnya menjadi lemah. Kondisi tersebut menyebabkan daerah bersangkutan cenderung mempunyai pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat.



            2. Perbedaan kondisi demografis
Perbedaan kondisi demografis meliputi perbedaan tingkat pertumbuhan dan struktur kependudukan, perbedaan tingkat pendidikan dan kesehatan, perbedaan kondisi ketenagakerjaan dan perbedaan dalam tingkah laku dan kebiasaan serta etos kerja yang dimiliki masyarakat daerah bersangkutan. Kondisi demografis akan berpengaruh terhadap produktifitas kerja masyarakat setempat. Daerah dengan kondisi demografis yang baik akan cenderung mempunyai produktivitas kerja yang lebih tinggi sehingga hal ini akan mendorong peningkataan investasi yang selanjutnya akan meningkatkan penyediaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi daerah tersebut.

            3. Kurang lancarnya mobilitas barang dan jasa
Mobilitas barang dan jasa meliputi kegiatan perdagangan antar daerah dan migrasi baik yang disponsori pemerintah (transmigrasi) atau migrasi spontan. Alasannya adalah apabila mobilitas kurang lancar maka kelebihan produksi suatu daerah tidak dapat di jual ke daerah lain yang membutuhkan. Akibatnya adalah ketimpangan pembangunan antar wilayah akan cenderung tinggi, sehingga daerah terbelakang sulit mendorong proses pembangunannya.

            4. Konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah
Pertumbuhan ekonomi akan cenderung lebih cepat pada suatu daerah dimana konsentrasi kegiatan ekonominya cukup besar. Kondisi inilah yang selanjutnya akan mendorong proses pembangunan daerah melalui peningkatan penyediaan lapangan kerja dan tingkat pendapatan masyarakat.

            5. Alokasi dana pembangunan antar wilayah
Alokasi dana ini bisa berasal dari pemerintah maupun swasta. Pada sistem pemerintahan otonomi maka dana pemerintah akan lebih banyak dialokasikan ke daerah sehingga ketimpangan pembangunan antar wilayah akan cenderung lebih rendah. Untuk investasi swasta lebih banyak ditentukan oleh kekuatan pasar.Dimana keuntungan lokasi yang dimiliki oleh suatu daerah merupakan kekuatan yang berperan banyak dalam menark investasi swasta. Keuntungan lokasi ditentukan oleh biaya transpor baik bahan baku dan hasil produksi yang harus dikeluarkan pengusaha, perbedaan upah buruh, konsentrasi pasar, tingkat persaingan usaha dan sewa tanah. Oleh karena itu investai akan cenderung lebih banyak di daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan.

Sedangkan menurut Adelman dan Morris (1973) dalam Arsyad (2010) mengemukakan 8 faktor yang menyebabkan ketidakmerataan distribusi pendapatan di negara-negara sedang berkembang, yaitu:
1.      Pertambahan penduduk yang tinggi yang mengakibatkan menurunnya pendapatan per kapita;
2.      Inflasi di mana pendapatan uang bertambah tetapi tidak diikuti secara proporsional dengan pertambahan produksi barang-barang;
3.      Ketidakmerataan pembangunan antar daerah;
4.      Investasi yang sangat banyak dalam proyek-proyek yang padat modal (capital intensive), sehingga persentase pendapatan modal dari tambahan harta lebih besar dibandingkan dengan persentase pendapatan yang berasal dari kerja, sehingga pengangguran bertambah;
5.      Rendahnya mobilitas sosial;
6.      Pelaksanaan kebijaksanaan industri substitusi impor yang mengakibatkan kenaikan harga-harga barang hasil industri untuk melindungi usaha-usaha golongan kapitalis;
7.      Memburuknya nilai tukar (term of trade) bagi negara-negara sedang berkembang dalam perdagangan dengan negara-negara maju, sebagai akibat ketidak elastisan permintaan negara-negara terhadap barang ekspor negara-negara sedang berkembang; dan
8.      Hancurnya industri-industri kerajinan rakyat seperti pertukangan, industri rumah tangga, dan lain-lain.

Kesimpulan dari semua studi-studi tersebut adalah bahwa f aktor-faktor utama penyebab terjadinya ketimpangan ekonomi antar provinsi di Indonesia adalah sebagaiberikut.
1. Konsentrasi Kegiatan Ekonomi Wilayah
Konsentrasi kegiatan ekonomi yang tinggi di daerah tertentu merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya ketimpangan pembangunan antar daerah.Ekonomi dari daerah dengan konsentrasi kegiatan ekonomi tinggi cenderung tumbuh pesat.Sedangkan daerah dengan tingkat konsentrasi ekonomi rendah cenderung mempunyai tingkat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah.Di Indonesia, strategi pembangunan ekonomi nasional yang diterapkan selama pemerintahan OrdeBaru membuat secara langsung maupun tidak langsung terpusatnya pembangunan ekonomi di Jawa, khususnya Jawa Barat dan Jawa Timur, dan hingga tingkat tertentu di Sumatra. Ini membuat terbelakangnya pembangunan ekonomi diprovinsi-provinsi di luar Jawa .Selain itu, memusatnya pembangunan ekonomi di Jawa juga disebabkan oleh berbagai hal lain, di antaranya ketersediaan infrastruktur dan letak geografis. Ekspansi ekonomi dalam pola seperti ini terbukti mempunyai pengaruh yang merugikan bagi daerah-daerah lain, serta kegiatan perdagangan pindah dari daerah-daerah di luar Jawa ke Jawa. Khususnya migrasi, baik dari kategori berpendidikan rendah maupunberpendidikantinggiterusmengalirkeJawa
 Namun, sebenarnya kegiatan ekonomi yang terpusatnya di Jawa tidak harus sepenuhnya merugikan semua daerah lain, khususnya yang dekat dengan Jawa atau tidak harus memperbesar efek-efek polarisasi. Paling tidak dalam teori, pembangunan ekonomi yang pesat di Jawa selama ini bisa juga member banyak keuntungan, misalnya dalam bentuk ekspor dari daerah-daerah tersebut ke Jawa meningkat dan berarti dampak positif terhadap pertumbuhan kesempatan kerja dan pendapatan di daerah-daerah tersebut.
2. Alokasi Investasi
Indikator lain yang juga menujukkan pola serupa adalah distribusi investasi langsung, baik yang bersumber dari luarnegeri (PMA) mau pun dari dalam negeri (PMDN). Berdasarkan teori pertumbuhan ekonomi dari Harrod-Domar yang menerangkan adanya korelasi positif antara tingkat I dan laju pertumbuhan ekonomi, dapat di katakana bahwa kurangnya I di suatu wilayah membuat pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan masyarakan per kapita di wilayah tersebut rendah , karena tidakada kegiatan-kegiatan ekonomi yang produktif seperti industri manufaktur.































DAFTAR PUSTAKA:


Tidak ada komentar:

Posting Komentar