Rabu, 25 November 2015

SUKU NIAS

A. ASAL USUL SUKU NIAS

Suku Nias adalah masyarakat yang hidup dalam lingkungan adat dan kebudayaan yang masih tinggi. Hukum adat Nias secara umum disebut fondrakö yang mengatur segala segi kehidupan mulai dari kelahiran sampai kematian. Masyarakat Nias kuno hidup dalam budaya megalitik dibuktikan oleh peninggalan sejarah berupa ukiran pada batu-batu besar yang masih ditemukan di wilayah pedalaman pulau ini sampai sekarang. Kasta : Suku Nias mengenal sistem kasta (12 tingkatan Kasta). Dimana tingkatan kasta yang tertinggi adalah "Balugu". Untuk mencapai tingkatan ini seseorang harus mampu melakukan pesta besar dengan mengundang ribuan orang dan menyembelih ribuan ekor ternak babi selama berhari-hari.

  • Berdasarkan Arkeologi
Penelitian terbaru mengungkap bahwa penduduk asli orang Nias berasal dari Taiwan. Ini berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan seorang ahli genetika, Manis van Houven.

Houven mengambil sampel DNA dari sekira 900 warga Nias. Hasil pemeriksaan menunjukkan ada kedekatan ke titik akurat bahwa orang Nias sangat dominan mirip dengan genetika orang Taiwan.

Sebelum penelitian ini dilakukan, muncul spekulasi bahwa asal muasal orang Nias berasal dari Eropa atau kepulauan terdekat dengan pesisir pantai barat Sumatera, seperti Kepulauan Nicobar atau Madagaskar.

Hasil penelitian Houven ini setidaknya menjawab berbagai spekulasi tentang asal usul orang Nias.

Penelitian Houven disosialisasikan melalui seminar internasional di Gunungsitoli yang dihadiri kalangan pejabat, seperti wali kota dan bupati. Ada pula para akademisi terkemuka berasal dari Kepulauan Nias. Penelitian ini dimotori Yayasan Pusaka Nias.

Ciri khas orang Nias, terutama dari kawasan Nias Utara, Nias Tengah, dan Kota Gunungsitoli, secara dominan dapat diidentifikasi dengan mudah, yakni berambut hitam, berbentuk oval, berkulit putih, dan berpostur tubuh sedang.

Hal ini berbeda sedikit dengan ciri khas orang Nias yang berasal dari Nias Selatan, terutama asal Teluk Dalam yang memiliki wajah lojong dengan rahang keras dan berpostur tubuh tinggi. Meski demikian, mereka juga berkulit putih seperti orang China namun matanya tidak sipit.

  • Berdasarakan Mitologi
Menurut masyarakat Nias, salah satu mitos asal usul suku Nias berasal dari sebuah pohon kehidupan yang disebut "Sigaru Tora`a" yang terletak di sebuah tempat yang bernama "Tetehöli Ana'a". Menurut mitos tersebut di atas mengatakan kedatangan manusia pertama ke Pulau Nias dimulai pada zaman Raja Sirao yang memiliki 9 orang Putra yang disuruh keluar dari Tetehöli Ana'a karena memperebutkan Takhta Sirao. Ke 9 Putra itulah yang dianggap menjadi orang-orang pertama yang menginjakkan kaki di Pulau Nias.

B. MATA PENCARIAN SUKU NIAS

Mata pencaharian pokok bagi penduduk Nias yang berdiam di daerah pantai adalah dengan berkebun kelapa, sedangkan yang di daerah pedalaman bercocok tanam dalam bentuk peladangan. Cara pengolahan dan peralatannya masih sederhana, mereka belum mengenal bajak dan sistem irigasi.

Jenis tanamannya adalah padi, palawija, pisang dan sayuran. Ladang yang sudah tandus digunakan untuk memelihara babi, kambing, sapi dan kerbau. Mata pencaharian tambahan adalah berburu, menangkap ukan, beternak dan pertukangan. Hasil pertukangan suku Nias sudah mencapai taraf yang tinggi sejak zaman prehistori, antara lain ; membuat berbagai peralatan dan senjata dari besi, barang perhiasan dari emas, perabot rumah dari kayu, seni pahat batu, ukir dan sebagainya.

C. Sistem Kerabatan

Sistem kekarabatan di Nias adalah patrilineal, dengan adat menetap setelah nikah yang virilokal, sehingga keluarga batih merupakan keluarga luas virilokal (extended familiy) yang disebut sangambato sebua. Gabungan dari sangambato sebua dari suatu leluhur disebut mado atau gana. Mado dapat kita samakan dengan marga bagi suku Batak, yakni klen besar yang patrilineal.

Fungsi mado adalah untuk mengurus pembatasan jodoh dalam perkawinan yang beradat exogami-mado. Dalam perkawinan pihak pria harus memberikan mas kawin, biasanya berupa 100 ekor babi. 

Mengenai sistem kemasyarakatan, sebelum Belanda datang tahun 1669, orang Nias terpecah-pecah menjadi beberapa kesatuan setempat yang otonom yang disebut ori (negeri). Tiap-tiap ori merupakan gabungan dari beberapa banua (desa), dan tiap banua dihuni oleh bagian-bagian dari beberapa mado. Tiap ori dikepalai oleh seorang Tuhenori (kepala ori) dan tiap banua dikepalai oleh seorang salawa (kepala desa).

Pada zaman Belanda, semua ori di Nias dan sekitarnya dipersatukan menjadi Afdeeling Nias, yang dikepalai oleh seorang Assisten resident. Setelah merdeka, Afdeeling Nias dijadikan salah satu kabupaten dari propinsi Sumatera Utara.
Pada jaman dahulu masyarakat Suku Nias mengenal 4 lapisan, yaitu :
1. Siulu (bangsawan)
2. Ere (pemuka agama palebegu)
3. Ono mbanus (rakyat jelata)
4. Sawuyu (budak)

Lapisan Siulu dibedakan menjadi 2, yaitu balo ziulu (yang memerintah) dan siulu (bangsawan kebanyakan.
Ono mbanua juga dibagi menjadi 2, yaitu siila (cerdik pandai dan pemuka rakyat) dan sato (rakyat kebanyakan).
Sawuyu dibagi menjadi 3 bagian, yaitu binu (budak karena kalah perang/diculik), sondrara hare (budak karena tak dapat membayar hutang) dan holito (budak karena ditebus orang setelah dijatuhi hukuman mati).
Lapisan masyarakat itu bersifat exlusif, dan mobilitas hanya terjadi dalam lapisan antar golongan saja.

Dalam kebudayaan Nias asli juga mengenal pengerahan tenaga untuk kerja bakti yang disebut halowo sato. Hal ini dilaksanakan setelah diadakan musyawarah oleh wakil-wakil siulu dan siila. Untuk pengendalian sosial adalah hukum adat. Orang yang melanggar hukum adat pada umumnya dikenakan sangsi denda dan kutukan lekas mati. Denda itu biasanya berupa babi, emas atau uang.

Sistem religi : agama yang banyak dianut oleh penduduk dewasa ini adalah Kristen Protestan, yang lain juga ada misalnya ; Islam, Katolik, Buddha dan agama aslinya yang disebut Pelebegu (penyembah roh). Para penganut Pelebegu menyebut agama molehe adu. Sifat agama ini adalah menyembah adu (roh para leluhur). Adu adalah patung dari kayu yang menjadi tempat bersemayamnya roh-roh leluhurnya. Patung yang telah ditempati roh leluhur disebut adu satua dan harus dirawat dengan baik.

C. BUDAYA NIAS
  • Fahombo  (Lompat Batu)
  • Fatele (Tari Perang )
  • Fame Ono nihalõ (Pernikahan)
  • Omo Hada (Rumah Adat)
  • Fame'e Tõi Nono Nihalõ  (Pemberian nama bagi perempuan yang sudah menikah)
Dalam budaya Ono Niha (Nias) terdapat cita-cita atau tujuan rohani hidup bersama yang termakna dalam salam “Ya’ahowu” (dalam terjemahan bebas bahasa Indonesia (“semoga diberkati”). Dari arti Ya’ahowu tersebut terkandung makna: memperhatikan kebahagiaan orang lain dan diharapkan diberkati oleh Yang Lebih Kuasa. Dengan kata lain Ya’ahowu menampilkan sikap-sikap: perhatian, tanggungjawab, rasa hormat, dan pengetahuan. Jika seseorang bersikap demikian, berarti orang tersebut memperhatikan perkembangan dan kebahagiaan orang lain : tidak hanya menonton, tanggap, dan bertanggungjawab akan kebutuhan orang lain (yang diucapkan : Selamat – Ya’ahowu), termasuk yang tidak terungkap, serta menghormatinya sebagai sesama manusia sebagaimana adanya. Jadi makna yang terkandung dalam “Ya’ahowu” tidak lain adolah persaudaraan (dalam damai) yang sungguh dibutuhkan sebagai wahana kebersamaan dalam pembangunan untuk pengembangan hidup bersama.

D. MAKANAN KHAS SUKU NIAS
  • Gowi Nihandro (Gowi Nitutu ; Ubi tumbuk)
  • Harinake (daging babi cincang dengan cacahan yang tipis dan kecil-kecil)
  • Godo-godo (ubi / singkong yang diparut, dibentuk bulat-bulat kemudian direbus setelah matang di taburi dengan kelapa yang sudah di parut)
  • Köfö-köfö(daging ikan yang dihancurkan, dibentuk bulat dan dijemur/dikeringkan/diasap)
  • Ni'owuru (daging babi yang sengaja diasinkan agar bisa bertahan lama)
  • Rakigae (pisang goreng)
  • Tamböyö (ketupat)
  • löma (beras ketan yang dimasak dengan menggunakan buku bambu)
  • gae nibogö (pisang bakar)
  • Kazimone (terbuat dari sagu)
  • Wawayasö - nasi pulut


Sumber: 
https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Nias
http://www.museum.pusaka-nias.org/2011/10/sistem-adat-perkawinan-nias-salah-satu.html




Tidak ada komentar:

Posting Komentar