A. ASAL USUL SUKU NIAS
- Berdasarkan Arkeologi
Houven mengambil sampel DNA dari sekira 900 warga Nias. Hasil pemeriksaan menunjukkan ada kedekatan ke titik akurat bahwa orang Nias sangat dominan mirip dengan genetika orang Taiwan.
Sebelum penelitian ini dilakukan, muncul spekulasi bahwa asal muasal orang Nias berasal dari Eropa atau kepulauan terdekat dengan pesisir pantai barat Sumatera, seperti Kepulauan Nicobar atau Madagaskar.
Hasil penelitian Houven ini setidaknya menjawab berbagai spekulasi tentang asal usul orang Nias.
Penelitian Houven disosialisasikan melalui seminar internasional di Gunungsitoli yang dihadiri kalangan pejabat, seperti wali kota dan bupati. Ada pula para akademisi terkemuka berasal dari Kepulauan Nias. Penelitian ini dimotori Yayasan Pusaka Nias.
Ciri khas orang Nias, terutama dari kawasan Nias Utara, Nias Tengah, dan Kota Gunungsitoli, secara dominan dapat diidentifikasi dengan mudah, yakni berambut hitam, berbentuk oval, berkulit putih, dan berpostur tubuh sedang.
Hal ini berbeda sedikit dengan ciri khas orang Nias yang berasal dari Nias Selatan, terutama asal Teluk Dalam yang memiliki wajah lojong dengan rahang keras dan berpostur tubuh tinggi. Meski demikian, mereka juga berkulit putih seperti orang China namun matanya tidak sipit.
- Berdasarakan Mitologi
C. Sistem Kerabatan
Fungsi mado adalah untuk mengurus pembatasan jodoh dalam perkawinan yang beradat exogami-mado. Dalam perkawinan pihak pria harus memberikan mas kawin, biasanya berupa 100 ekor babi.
Mengenai sistem kemasyarakatan, sebelum Belanda datang tahun 1669, orang Nias terpecah-pecah menjadi beberapa kesatuan setempat yang otonom yang disebut ori (negeri). Tiap-tiap ori merupakan gabungan dari beberapa banua (desa), dan tiap banua dihuni oleh bagian-bagian dari beberapa mado. Tiap ori dikepalai oleh seorang Tuhenori (kepala ori) dan tiap banua dikepalai oleh seorang salawa (kepala desa).
Pada zaman Belanda, semua ori di Nias dan sekitarnya dipersatukan menjadi Afdeeling Nias, yang dikepalai oleh seorang Assisten resident. Setelah merdeka, Afdeeling Nias dijadikan salah satu kabupaten dari propinsi Sumatera Utara.
Pada jaman dahulu masyarakat Suku Nias mengenal 4 lapisan, yaitu :
1. Siulu (bangsawan)
2. Ere (pemuka agama palebegu)
3. Ono mbanus (rakyat jelata)
4. Sawuyu (budak)
Lapisan Siulu dibedakan menjadi 2, yaitu balo ziulu (yang memerintah) dan siulu (bangsawan kebanyakan.
Ono mbanua juga dibagi menjadi 2, yaitu siila (cerdik pandai dan pemuka rakyat) dan sato (rakyat kebanyakan).
Sawuyu dibagi menjadi 3 bagian, yaitu binu (budak karena kalah perang/diculik), sondrara hare (budak karena tak dapat membayar hutang) dan holito (budak karena ditebus orang setelah dijatuhi hukuman mati).
Lapisan masyarakat itu bersifat exlusif, dan mobilitas hanya terjadi dalam lapisan antar golongan saja.
Dalam kebudayaan Nias asli juga mengenal pengerahan tenaga untuk kerja bakti yang disebut halowo sato. Hal ini dilaksanakan setelah diadakan musyawarah oleh wakil-wakil siulu dan siila. Untuk pengendalian sosial adalah hukum adat. Orang yang melanggar hukum adat pada umumnya dikenakan sangsi denda dan kutukan lekas mati. Denda itu biasanya berupa babi, emas atau uang.
Sistem religi : agama yang banyak dianut oleh penduduk dewasa ini adalah Kristen Protestan, yang lain juga ada misalnya ; Islam, Katolik, Buddha dan agama aslinya yang disebut Pelebegu (penyembah roh). Para penganut Pelebegu menyebut agama molehe adu. Sifat agama ini adalah menyembah adu (roh para leluhur). Adu adalah patung dari kayu yang menjadi tempat bersemayamnya roh-roh leluhurnya. Patung yang telah ditempati roh leluhur disebut adu satua dan harus dirawat dengan baik.
C. BUDAYA NIAS
- Fahombo (Lompat Batu)
- Fatele (Tari Perang )
- Fame Ono nihalõ (Pernikahan)
- Omo Hada (Rumah Adat)
- Fame'e Tõi Nono Nihalõ (Pemberian nama bagi perempuan yang sudah menikah)
D. MAKANAN KHAS SUKU NIAS
- Gowi Nihandro (Gowi Nitutu ; Ubi tumbuk)
- Harinake (daging babi cincang dengan cacahan yang tipis dan kecil-kecil)
- Godo-godo (ubi / singkong yang diparut, dibentuk bulat-bulat kemudian direbus setelah matang di taburi dengan kelapa yang sudah di parut)
- Köfö-köfö(daging ikan yang dihancurkan, dibentuk bulat dan dijemur/dikeringkan/diasap)
- Ni'owuru (daging babi yang sengaja diasinkan agar bisa bertahan lama)
- Rakigae (pisang goreng)
- Tamböyö (ketupat)
- löma (beras ketan yang dimasak dengan menggunakan buku bambu)
- gae nibogö (pisang bakar)
- Kazimone (terbuat dari sagu)
- Wawayasö - nasi pulut
http://www.museum.pusaka-nias.org/2011/10/sistem-adat-perkawinan-nias-salah-satu.html